Senin, 07 Maret 2016

KASUS PAJAK !!! PEMIKIRAN BOLEH SEDERHANA, ANALISA HARUS TETAP TAJAM CAPTAIN !!!



1.    Bagaimana pendapat anda mengenai artikel diatas ?
Pendapat saya mengenai artikel di atas adalah seperti yang dapat dipahami bahwa pemeriksaan pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Dimana, dapat dipahami terdapat beberapa tata cara ataupun dasar hukum pemeriksaan pajak diantaranya adalah :
a.   Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terahir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
b.  Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
c.    Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
d.   Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-130/PMK.03/2009 Tanggal 18 Agustus 2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
e.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-201/PMK.03/2007 tanggal 28 Pihak-Pihak yang Terikat atas Kewajiban Merahasiakan.
f.     Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-199/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
g.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-198/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan.
h.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-202/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
i.     Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2010 Tanggal 01 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.


Dengan demikian, sesuai dengan paparan artikel tersebut bahwa direktorat jendral pajak telah melakukan enam kesalahan ketika memeriksa dan menyidik dugaan penggelapan pajak Asian Agri. Pada hakikatnya, pelaksanaan pemeriksaan pajak telah ditentukan sedemikian rupa dan seharusnya mampu untuk ditaati oleh direktorat jendral pajak. Namun, faktanya pemeriksaan yang dilakukan tidak memiliki jangka waktu yang tepat. Dimana, diasumsikan bahwa kebijakan umum pemeriksaan pajak dapat diuraikan antara lain :
1.      Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa
2.    Setiap pemeriksaan yang dilaksanakan harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pajak yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa
3.   Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh kantor pusat Direktorat Jendral Pajak, Kantow Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak atau kantor pelayanan pajak
4.      Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama tidak diperkenankan, kecuali dalam hal terdapat indikasi bahwa WP diduga telah atau sedang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan terdapat data baru atau data yang lama belum terungkap
5. Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang akan dipinjam dari Wajib Pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak harus yang asli, dapat juga berupa fotokopi yang sesuai dengan aslinya
6.     Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor pemeriksaan (yaitu untuk pemeriksaan sederhana kantor) atau di tempat wajib pajak (untuk pemeriksaan sederhana lapangan dan pemeriksaan lengkap)
7.     Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan terbatas
8.  Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya
9.   Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada wajib pajak secara tertulis yaitu mengenai hal-hal yang berbeda ntara surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak dan hasil pemeriksaan, dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh wajib pajak

Dengan pemaparan terkait kebijakan umum pemeriksaan perpajakan tersebut, maka dapat disinyalir bahwa seharusnya DJP tidak melakukan kesalahan yang sangat fatal tersebut. Terlepas dari berbagai asumsi terkait lemahnya sumber daya baik tenaga kerja maupun biaya yang dibutuhkan yang mungkin saja sulit dalam proses melakukan pengauditan tersebut. Namun, analoginya Asian Agri merupakan sebuah perusahaan multinasional yang seharusnya dilakukan pengaduitan terhadap perusahaan tersebut secara berkala dan kontiniu serta tepat waktu. Kesalahan DJP terkait tidak membuat berita acara penggeledaan kantor Asian Agri merupakan sebuah kesalaha yang sangat tidak layak untuk ditoleransi.

Sama halnya dengan alamat penggeledahanpun berbeda dengan yang tertera dalam surat penggeledahan dari kantor yang didatangi. Pengauditan yang dilakukan bukan merupakan sebuah pengauditan yang sederhana, ini merupakan pengauditan yang besar dan seharusnya sangat jelas untuk mampu menentukan critical pointnya artinya, adanya dugaan penggelapan pajak yang sampai merugikan negara hingga Rp 1,3, triliun bukan merupakan sebuah masalah yang kecil. Akan banyak temuan yang seharusnya mampu diperoleh DJP terkait permasalahan yang sangat krusial ini. Namun faktanya, DJP seolah kembali diaudit oleh BPK. Setelah empat tahun, dari 12 berkas perkara tersebut hanya satu berkas tersangka yang masuk ke kejaksaan agung.

Hal ini menjadi sebuah polemik yang sifatnya sangat menyudutkan kinerja Direktorat Jendral Pajak. Sangat disayangkan, bahwa perusahaan sekelas Asian Agri belum mampu diaudit secara maksimal. Artinya, mungkin saja ada berbagai skandal di dalam proses pengauditan tersebut. Semacam kecurangan (fraud) yang cenderung disembunyikan namun pada akhirnya terjadi. Analoginya, DJP bukan merupakan sebuah alat negara yang pertama kali melakukan pengauditan tersebut. Apalagi, pencucian uang yang dilakukan oleh Vincentius Amin Sutanto merupakan bagian dari transfer pricing yang coba dilakukan untuk meminimalkan pajak perusahaan. Hal ini sangat wajar untuk dilakukan, dikarenakan Asian Agri sendiri perusahaan yang sangat besar dan sangat berpotensi untuk menambah penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Namun demikian, menurut saya tidak ada alasan mutlak yang mampu ditoleransi untuk memahami bahwa proses pengauditan tersebut wajar untuk dihentikan. Dengan asumsi berkiblat pada berbagai kesalahan administratif dan tata cara dalam pelaksanaan kewajibannya yang dilakukan oleh DJP. Kasus tersebut harus tetap berlanjut dengan berbagai evaluasi menuju tindakan korektif atas segala kelalaian yang telah dilakukan oleh DJP, namun terkait Asian Agri ini harus tetap dilakukan penelutsuran lebih lanjut dikarenakan sangat merugikan negara. Dengan demikian, seharusnya masalah ini menjadi hukuman dan kecaman yang sangat keras untuk DJP agar mereka mampu mengevaluasi kinerjanya dan ini merupakan permasalahan yang sangat sensitif. Artinya, kegagalan mereka untuk melakukan pengauditan pada Asian Agri merupakan sebuah pencapaian yang sangat buruk.

2.    Kenapa banyak kesalahan-kesalahan dari Direktorat Jenderal Pajak ketika menyelidiki kasus Asian Agri ? Apakah ada unsur kesengajaan di kasus ini ? Bagaimana menurut anda ?
Pada dasarnya, kesalahan-kesalahan tersebut merupakan beberapa hal yang sangat tidak layak untuk ditoleransi. Sebagaimana dapat dipahami, bahwa Asian Agri bukan merupakan sebuah perusahaan kecil yang proses pengauditannya tidak membutuhkan analitikal prosedur yang tepat ataupun lebih tajam. Artinya, sangat dimungkinkan berbagai bentuk kesalahan tersebut adalah kesengajaan yang dilakukan oleh DJP dengan asumsi bahwa ada berbagai motif yang mungkin belum dapat dipahami seutuhnya. Namun kenyataannya, kesalahan tersebut adalah terletak pada hal-hal pokok yang sebenarnya sangat sederhana untuk dipahami dalam ranah pengauditan yang dilakukan oleh DJP. Terutama terkait dengan tidak adanya berita acara dan bahkan adanya alamat yang berbeda yang dicantumkan.

Kesalahan-kesalahan tersebut tentunya akan menghakimi DJP sebagai elemen yang sangat ceroboh dan memang tidak layak untuk ditoleransi. Analoginya, unsur kesengajaan sangat mungkin ketika kita mampu berpikir bahwa apabila dilakukan pengauditan yang sebenar-benarnya maka akan lebih banyak lagi temuan yang akan mempersulit Asian Agri. Terutama terkait dengan pencucian uang. Adanya politik uang maupun upaya untuk mencegah pengauditan yang seharusnya dilakukan DJP dengan sempurna, dapat diindikasikan sebagai bentuk kecurangan (fraud) yang seharusnya DJP sendiri mampu mengatasi masalah ini. Terlepas dari adanya kepentingan pribadi ataupun oknum-oknum tertentu yang hakikatnya mereka sangat merugikan negara.

Sesuai dengan jawaban nomor 1, maka telah dipaparkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan pemeriksaan pajak. Bahkan kewenangan serta kewajiban juga telah dipaparkan secara mutlak. Dengan demikian, setiap bagian dari DJP tidak memiliki alasan sedikitpun untuk melakukan kesalahan, apalagi kesalahan tersebut adalah berlapis-lapis. Oleh karenanya, menurut saya sangat mungkin adanya indikasi kecurangan di dalam kasus ini, dan seperti yang dipahami pihak-pihak yang ditunjuk oleh DJP untuk melakukan pengaduitan juga tentunya telah memiliki kompetensi yang telah dipersiapkan secara matang untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

3.    Kenapa BPK sampai melakukan audit lanjutan pada Asian Agri ? Apakah hasil audit direktorat pajak tidak dapat dipercaya ? jelaskan.
BPK melakukan audit lanjutan terkait kasus Asian Agri merupakan hal yang sangat wajar. Hal ini dikarenakan, DJP sendiri telah melakukan berbagai bentuk kesalahan secara berlapis yang sifatnya sangat sulit untuk mempercayai hasil pengauditan yang telah dilakukannya. Jadi, ketika BPK mengetahui hasil pengauditan yang dilakukan oleh DJP tentunya BPK melakukan pemeriksaan terkait temuan dan segala dokumen yang berhubungan dengan kegiatan pengauditan tersebut. Hal ini bisa diasumsikan, ketika BPK melakukan pemeriksaan terhadap DJP maka, BPK melihat beberapa temuan yang sangat layak untuk dipertanyakan kembali. Sehingga hal inilah yang membuat DJP harus diaudit kembali, dan Asian Agri juga harus diaudit kembali. Selain itu, hal yang sangat mendukung adalah lumpuhnya kelengkapan dokumen pengauditan yang dimiliki oleh DJP, sehingga BPK harus turun tangan untuk melakukan pengauditan kembali. Dan ada satu pertimbangan mutlak yang menjadi sebuah tolok ukur untuk melakukan pengauditan kembali oleh BPK yaitu, bahwa Asian Agri sangat berpengaruh untuk penerimaan pajak negara. Makanya, kasus ini harus ditelusuri secara mendalam.

Pada dasarnya hasil audit DJP tersebut bukan tidak dapat dipercaya. BPK juga tidak berhak menghakimi secara sepihak, namun beberapa kesalahan yang sifatnya prosedural dan administratif saja bisa salah, maka alangkah baiknya pemeriksaan tersebut dilakukan secara ulang. Dan tentunya, karena DJP sendiri seharusnya tidak melakukan kesalahan yang sangat fatal seperti itu. Ditambah lagi BPK tentunya juga memiliki kecurigaan terhadap DJP dan Asian Agri terkait adanya kemungkinan kecurangan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Sehingga BPK semakin memperkuat alasannya kenapa harus melakukan audit kembali. Analoginya, kecurangan tersebut mungkin saja dilakukan oleh perusahaan multinasional sekelas Asian Agri, dan tentunya ini merupakan kasus yang seharusnya DJP sudah mampu memprediksinya, bukan malah tenggelam dan larut untuk melakukan kesalahan juga.

Sekalipun hasil audit BPK mampu melemahkan hasil penyelidikan DJP, namun bukan berarti kasus ini dihentikan. Namun, ada sebuah analogi yang sulit diterima oleh masyarakat awam, bahwa seolah DJP dan BPK saling membunuh. Padahal kenyataannya, BPK seharusnya melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh integritas. Sesuatu yang salah maka akan mutlak salah, begitu juga ketika disadari terdapat oknum yang melakukan kecurangan maka harus dilakukan sebuah pemeriksaan untuk meluruskan keadaannya. Dan masalah ini juga akan membuat DJP untuk melakukan evaluasi terhadap kinerjanya, karena ini bukan merupakan sebuah masalah kecil yang dapat ataupun harus ditoleransi menurut saya.

Jumat, 19 Februari 2016

AUDIT TERHADAP SIKLUS PENDAPATAN: PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP SALDO PIUTANG USAHA



Audit terhadap Siklus Pendapatan: Pengujian Substantif terhadap Saldo Piutang Usaha

Deskripsi Piutang
Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau satu siklus kegiatan perusahaan. Piutang pada umumnya disajikan di neraca dalam dua kelompok: 

1.      Piutang usaha
Piutang usaha adalah piutang yang timbul dari transaksi penjualan barang atau jasa dalam kegiatan normal perusahaan.

2.      Piutang nonusaha
Piutang nonusaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar, seperti misalnya piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang dividen dan bunga.

Beberapa transaksi yang mempengaruhi piutang usaha :
1.      Transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada customers. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:
-          Piutang Usaha                                                       xx
                               Pendapatan penujualan                                               xx
2.      Transaksi retur penjualan. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:
-          Retur Penjualan                                                     xx
       Piutang Usaha                                                             xx
3.      Transaksi penerimaan kas dari debitur. Jurnal untk mencatat transaksi ini adalah:
-          Kas                                                                       xx
        Piutang Usaha                                                            xx
4.      Transaksi penghapusan piutang. Jurnal untuk mencatat trnsaksi ini adalah:
-          Cadangan Kerugian Piutang                                   xx
        Piutang Usaha                                                             xx

PRINSIP AKUNTANSI BERTERIMA UMUM DALAM PENYAJIAN PIUTANG USAHA DI NERACA
Prinsip akuntansi berterima umum dalam penyajian piutang di neraca adalah sebagai berikut:
1.      Piutang usaha harus disajikan dineraca sebesar jumlah yang dioerkirakan daat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang usaha disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurang dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang.
2.      Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang tersebut adalah jumlah bersih (neto).
3.      Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan rinciannya di neraca.
4.      Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar.
5.      Jika jumlahnya material, piutang nonusaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha. 

TUJUAN PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG USAHA
Tujuan pengujian substantif terhadap piutang usaha adalah:
1.      Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan piutang usaha. Auditor harus memperoleh keyakinan mengenai ketelitian dan keandalan catatan akuntansi yang mendukung informasi piutang yang disajikan di neraca. Untuk itu auditor melakukan rekonsiliasi antara saldo piutang yang dicantumkan di neraca dengan akun piutang di dalam buku besar dan selanjutnya ke jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum.

2.      Membuktikan keberadaan piutang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha yang dicantumkan di neraca. Untuk membuktikan asersi keberadaan aktiva dan asersi keberadaan aktiva dan keterjadian transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tersebut auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini:
1.      Pengujian analitik
2.      Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha.
3.      Pemeriksaan pisah batas transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha.
4.      Konfirmasi piutang usaha

3.      Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo piutang usaha yang disajikan dalam neraca. Untuk membuktikan bahwa piutang usaha benar mencakup semua klaim klien maka auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini:
1.      Pengujian analitik
2.      Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha.
3.      Pemeriksaan pisah batas transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha.
4.      Konfirmasi piutang usaha

4.      Membuktikan hak kepemilikan klien atau piutang usaha yang dicantumkan di neraca. piutang usaha yang ada belum tentu merupakan milik klien, maka untuk membuktikannya auditor dapat dapat melakukan pengujian substantif berikut ini:
1.      Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha
2.      Konfirmasi piutang usaha

5.      Membuktikan kewajaran penilaian piutang usaha yang dicantumkan di neraca. piutang yang disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurangi taksiran kerugian piutang. Dengan demikian akun Cadangan Kerugian Piutang Usaha merupakan akun penilaian. Untuk membuktikan kewajaran penentuan jumlah akun Cadangan Kerugian Piutang Usaha. Maka auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:
1.      Prosedur audit awal
2.      Pengujian analitik
3.      Pemeriksaan  bukti pendukung transaksi yang  berkaitan dengan piutang usaha
4.      Konfirmasi piutang usaha
5.      Penilaian terhadap kecukupan akun Cadangan Kerugian Piutang.
6.      Pembandingan penyajian piutang usaha di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum

6.      Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan piutang usaha di neraca. satu-satunya cara Pengujian substantif untuk membuktikan asersi penyajian, dan pengungkapan piutang suara di neraca adalah dengan membandingkan penyajian dan pengungkapan piutang usaha di neraca yang diaudit dengan prinsip akuntansi berterima umum.

PROGRAM PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG DAGANG
1.      Prosedur Audit Awal
Auditor menempuh prosedur audit awal dengan cara melakukan rekonsiliasi antara informasi piutang usaha yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya. Rekonsiliasi ini penting agar auditor memperoleh keyakingan bahwa informasi piutang usaha yang dicantumkan di neraca didukung oleh catatan akuntansi yang andal. Oleh karena itu, auditor melakukan 6 prosedur audt berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi piutang usaha di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan:
a.  Usut saldo piutang usaha yang tercatum di neraca ke saldo akun piutang usaha yang bersangkutan di dalam buku besar. Untuk memperoleh keyakinan piutang maka saldo piutang yang dicantumkan di neraca diusut ke akun buku besar: a) piutang usaha; b) piutang nonusaha; c) cadangan kerugian piutang usaha.
b.   Hitung kembali saldo akun piutang usaha di dalam buku besar. Untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian penghitungan saldo piutang usaha maka auditor kembali menghitung saldo piutang usaha.
c.   Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian piutang usaha. Kecurangan bisa saja terjadi dari transaksi penjualan kredit dan pengurangan piutang usaha (retur penjualan atau penghapusan piutang) dapat ditemukan dengan review mutasi luar biasa, baik dalam sumber posting akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian piutang usaha.
d.   Usut saldo awal akun Piutang Usaha dan akun Cadangan Kerugian Piutang ke kertas kerja tahun yang lalu. Auditor melakukan pengusutan saldo awal akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian piutang usaha ke kertas kerja tahun lalu. Kertas kerja tahun lalu bersi informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit tahun lalu. Sehingga, auditor dapat mengevaluasi tindak lanjut yang ditempuh oleh klien dalam menanggapi koreksi tersebut.
e.      Usut posting pendebitan akun Piutang Usaha ke dalam jurnal yang bersangkutan. Pengusutan ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan dan pengurangan piutang usaha bersal dari jurnal-jurnal yang bersangkutan.
f.      Lakukan rekonsiliasi akun kontrol piutang usaha dalam buku besar ke buku pembantu piutang usaha. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi klien yang bersangkutan dengan piutang usaha yang dapat dipercaya.

Prosedur Analitik
Pada tahap awal pengujian substantif terhadap piutang usaha, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidangyang memerlukan audit lebih intensif. Untuk itu, auditor melakukan perhitungan berbagai ratio berikut ini :
Ratio
Formula

Tingkat perputaran piutang usaha

Ratio piutang usaha dengan aktiva lancar

Rate of return on net sales

Ratio kerugian piutang usaha dengan penadapatan penjualan bersih

Ratio kerugian piutang usaha dengan piutang usaha yang sesungguhnya tidak tertagih

Pendapatan penjualan bersih ÷ Rerata piutang usaha

Saldo piutang usaha ÷ Aktiva lancar


Laba bersih ÷ Pendapatan penjualan bersih


Kerugian piutang usaha ÷ Pendapatan penjualan


Kerugian piutang usaha ÷ Piutang yang usaha sesungguhnya tidak tertagi

Prosedur Audit terhadap Transaksi Rinci
Kendala saldo piutang usaha sangat ditentukan oleh keterjadian transaksi berikut ini yang didebit dan dikreditkan ke dalam akun Piutang Usaha :
a.       Transaksi penjualan kredit,
b.      Transaksi retur penjualan,
c.       Transaksi penghapusan piutang usaha, dan
d.      Transaksi penerimaan kas dari piutang usaha.
Auditor melakukan pengujian substansif terhadap transaksi rinci yang mendebit dan pengkredit akun Piutang Usaha dan pengujian pisah batas yang digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan akun tersebut.
1.      Periksa sampel transaksi yang tercatat dalam akun piutang usaha ke dokumen yang mendukung timbulnya transaksi tersebut. Prosedur audit ini dimulai oleh auditor dari buku pembantu piutang usaha. Pengujian dilaksanakan dengan mengambil sampel berikut.
a.       Sampel akun debitur yang akan diperiksa transaksi mutasinya.
b.      Sampel transaksi yang dicatat dalam akun debitur pilihan.
2.      Periksa pendebitan akun piutang ke dokumen pendukung: faktur penjualan, laporan pengiriman barang, dan order penjualan. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat disebelah debit akun debitur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini.
a.  Mengambil dari arsip klien faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya laporan pengiriman barang dan order penjualan.
b.      Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung faktur penjualan.
c.  Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam faktur penjualan dan dokumen pendukungnya.
d.   Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun debitur berdasarkan faktur penjualan.
e.       Memastikan bahwa semua faktur penjualan yang disampel telah dicatat disebelah debit akun debitur.
3.     Periksa pengkreditan akun piutang ke dokumen pendukung: bukti kas masuk, memo kredit untuk retur penjualan atau penghapusan piutang. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat disebelah kredit akun debitur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini.
a.  Mengambil dari arsip klien bukti kas masuk dan memo kredit beserta dokumen pendukungnya: surat pemberitahuan (remittance advice) dan laporan penerimaan barang.
b.      Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti kas masuk dan memo kredit.
c.     Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas masuk dan memo kredit dan dokumen pendukungnya.
d.     Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun debitur berdasarkan bukti kas masuk dan memo kredit.
e.     Memeriksa bahwa semua bukti kas masuk dan memo kredit yang disampel telah dicatat sebelah kredit akun debitur.
4.      Lakukan verifikasi pisah batas (cutoff) transaksi penjualan dan retur penjualan. Verifikasi pisah batas dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang konsisten dalam memperhitungkan transaksi penjualan yang termasuk dalam tahun yang diaudit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
5.      Periksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca. Dengan membandingkan tanggal faktur, tanggal laporan pengiriman barang, dan syarat penjualan yang digunakan, auditor dapat membuktikan apakah transaksi penjualan dan bertambahnya piutang usaha yang terjadi dalam periode sebelum dan sesudah tanggal neraca, telah dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya.
6.     Periksa dokumen yang mendukung berkurangnya piutang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca. Dari pemeriksaan ini, auditor dapat membuktikan ketepatan pisah batas yang dipakai oleh klien dalam mencatat pengurangan piutang usaha dari penerimaan kas dari debitur.
7.  Lakukan verifikasi pisah batas (cutoff) transaksi penerimaan kas. Disamping itu, auditor melakukan review terhadap dokumentasi berikut ini: ringkasan transaksi keseharian, copy bukti setor, rekening koran bank beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca.

Pengujian terhadap Saldo Akun Rinci
Tujuan pengujian saldo akun piutang usaha rinci adalah untuk memverifikasi: a.Keberadaan atau keterjadian b. Kelengkapan c. Hak Kepemilikan d. Penilaian
Keberadaan, kelengkapan, hak kepemilikan atas piutang usaha yang dicantumkan di neraca dibuktikan oleh auditor dengan mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur. Piutang usaha yang dicantumkan di neraca perlu diverifikasi hak kepemilikannya, karena adakalanya klien telah menjual piutang usaha tersebut kepada perusahaan penagihan (collection agency) telah mendiskontokan wesel tagih kepada bank, atau telah menjadikan piutang usaha sebagai jaminan penarikan kredit dan bank.
Mengapa konfirmasi merupakan prosedur yang wajib dilaksanakan oleh auditor dalam auditor terhadap piutang usaha? Dokumen sumber dan dokumen pendukung yang dipakai sebagai dasar pencatatan piutang usaha seluruhnya merupakan dokumen yang dibuat oleh klien, yang ditinjau dari segi kompetesinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan dokumen-dokumen yang berasal dari pihak luar perusahaan. Dengan demikian, jika struktur pengendalian intern klien lemah, terbuka kemungkinan untuk mencatat transaksi penjualan fiktif, karena seluruh dokumen yang dipakai sebagai dasar pencatatan transaksi penjualan dapat dibuat sendiri oleh klien. Untuk itu, auditor menempuh prosedur konfirmasi.

Lakukan Konfirmasi Piutang
Ada beberapa tahap yang harus ditempuh auditor dalam mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur yaitu:
1.    Tentukan metode, saat, dan luas konfirmasi yang akan dilaksanakan
     Terdapat dua metode konfirmasi piutang yang dapat digunakan auditor: (1) Metode konfirmasi positif, metode konfirmasi yang auditor meminta jawaban penegasan dari debitur, baik dalam hal terhadap kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara saldo hutang debitur menurut catatan akuntansi nya dengan saldo hutangnya yang tercantum di dalam surat konfirmasi tersebut (2) Metode konfirmasi negatif, metode konfirmasi yang auditor meminta jawaban penegasan dari debitur hanya jika terdapat ketidaksesuaian antara saldo hutang debitur menurut catatan akuntansinya dengan saldo hutangnya yang tercantum di dalam surat konfirmasi tersebut.
2.    Kirimkan surat konfirmasi kepada debitur
3.    Periksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang usaha
·      Periksa dokumen yang mendukung pencatatan penerimaan kas dari debitur yang terjadi setelah tanggal neraca
    Ini memberikan informasi kepada auditor mengenai keberadaaan debitur yang saldo piutang kepadanya dicantumkan di neraca klien. Prosedur audit ini juga merupakna prosedur audit alternatif, jika surat konfirmasi yang dikirimkan kepada debitur tidak diperoleh jawaban.
·      Periksa dokumen pendukung timbulnya piutang usaha
     Auditor pertama kali harus memeriksa dokumen yang mendukung transaksi timbulnya piutang usaha. Tujuannya, (1)Untuk membuktikan keberadaan piutang usaha (2) untuk membuktikan hak milik atas piutang usaha yang dicantumkan dineraca
·      Periksa jawaban konfirmasi bank
     Dari jawaban konfirmasi bank ini auditor dapat mengetahui wesel tagih yang didiskontokan ke bank dan piutang usaha yang dijaminkan dalam penarikan kredit dari bank. Jawaban konfirmasi dari bank dapat pula dipakai oleh auditor untuk menilai apakah pengungkapan (disclosures) terhadap piutang yang dibuat oleh klien di dalam laporan keuangannya telah memadai.
·      Mintalah surat representasi piutang dari klien
     Menyadarkan klien bahwa tanggungjawab atas kewajaran informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan berada di tangan klien, bukan ditangan auditor. Surat representasi piutang berisi pernyataan klien mengenai piutang usaha yang disajikan di neraca.

LakukanEvaluasiTerhadapKecukupanCadanganKerugianPiutang Usaha yang DibuatOlehKlien
Prosedur ini di tempuh oleh auditor untuk memverifikasi penilaian piutang usaha yang dicantumkan di neraca. Menurut prinsip akuntansi berterima umum, piutang usaha disajikan  dalam neraca pada nilai bersih yang dapat ditagih dari debitur (net realizable value) pada tanggal neraca.Nilai piutang dapat dihitung dengan formula berikut ini :
            Piutang Usaha Bruto                                     xx
            Cadangan Kerugian Piutang Usaha               xx
            Piutang Usaha Bersih                                    xx

Hitungkembalicatatankerugianpiutangusaha yang dibuatolehklien
Cadangan tersebut biasanya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan penjualan atau sebagai persentase tertentu dari saldo piutang usaha pada tanggal neraca. Selanjutnya auditor biasanya juga menghitung ratio ini untuk beberapa tahun sebelumnya guna menilai kewajaran jumlah cadangan kerugian piutang usaha :
a.   Tingkat perputaran piutang usaha yang dihitung dengan rumus: pendapatan penjualan dibagi rerata saldo piutang usaha.
b.      Jumlah hari pengumpulan piutang usaha (days’ sales to collection) yang dihitung dengan rumus: 365 dibagi tingkat perputaran piutang usaha.
Periksa penentuan umur piutang usaha yang dibuat oleh klien
Terhadap daftar umur piutang tersebut, auditor melakukan prosedur audit :
1.      Lakukan footing dan cross footing terhadap daftar umur piutang usaha tersebut
2.      Bandingkan jumlah piutang usaha menurut daftar umur piutang keakun piutang usaha di dalam buku besar
3.      Usut saldo piutang usaha kepada setiap debitur kedalam kartu piutang yang bersangkutan
4.      Periksa penentuan umur piutang kepada setiap debitur dengan menggunakan informasi berikut ini :
a.       Periksa syarat penjualan yang berlaku
b.      Periksa tanggal faktur yang belum dibayar oleh debitur pada tanggal neraca
c.       Hitung kembali umur piutang kepada setiap debitur sejak tanggal faktur tersebut pada butir 3b sampai dengan tanggal neraca

Bandingkan cadangan kerugian piutang usaha yang tercantum di neraca tahun yang diaudit dengan cadangan tersebut yang tercantum di neraca tahun sebelumnya
Untuk menilai cukup tidaknya cadangan kerugian piutang yang dicantumkan di neraca klien, auditor membandingkan cadangan kerugian piutang usaha yang dibentuk oleh klien di neraca sekarang dengan yang dibentuk di neraca tahun sebelumnya.

Periksa catatan kredit untuk debitur yang utangnya telah kadaluwarsa
Dari daftar umur piutang usaha, auditor dapat memperoleh informasi nama debitur yang piutang kepadanya telah lama kadaluwarsa.

Penyajian dan Pengungkapan Akun dalam Laporan Keuangan
1.      Bandingkan Penyajian Piutang Usaha dengan Penyajian Menurut Prinsip Akuntansi Berterima Umum
2.      Periksa klasifikasi piutang kedalam kelompok aktiva lancar dan aktiva tidak lancar
3.      Periksa klasifikasi piutang kedalam kelompok piutang usaha dan piutang nonusaha
4.   Tentukan kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang yang digadaikan, piutang yang telah dianjakkan (factored account receivable) keperusahaan anjak piutang